MAKALAH
TATA BAHASA
INDONESIA DILIHAT DARI BERBAGAI SUDUT PANDANG
Di
Susun Oleh :
KATA
PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat
dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini.
Tidak lupa saya ucapkan kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah
memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan teman-teman.
Amin...
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI
.................................................................................................. iii
BAB I
PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1
Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2
Tujuan .................................................................................................. 2
BAB II
PEMBAHASAN ................................................................................ 3
2.1
Cakupan dan Kemaknawian Ilmu Bahasa ............................................. 4
BAB III SIMPULAN
DAN SARAN ............................................................. 9
3.1
Simpulan .............................................................................................. 9
3.2
Saran ................................................................................................... 9
DAFTAR
PUSTAKA .................................................................................... 10
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat
dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena
penguasaan bahasa Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan
menyandarkan diri pada bahasa Melayu Tinggi (karena telah memiliki kitab-kitab
rujukan) sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa.
Promosi bahasa Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan
penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini terbentuklah
"embrio" bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari
bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor.
Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu
mulai terlihat. Di tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi
ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi
bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson. Ejaan Van
Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van
Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan
Ibrahim.
Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de
Volkslectuur ("Komisi Bacaan Rakyat" - KBR) pada tahun 1908. Kelak
lembaga ini menjadi Balai Poestaka. Pada tahun 1910 komisi ini, di bawah
pimpinan D.A. Rinkes, melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk
perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik
pemerintah. Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah
terbentuk sekitar 700 perpustakaan. Bahasa Indonesia secara resmi diakui
sebagai "bahasa persatuan bangsa" pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28
Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan
Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya
pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan,
"Jika
mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan
kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa
persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah
yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan."
Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak
dipengaruhi oleh sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur
Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan
Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak mengisi dan menambah perbendaharaan
kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa
persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan
mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, Bahasa Indonesia berposisi sebagai
bahasa kerja.
1.2 Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan
diharapkan bermanfaat bagi kita semua.
BAB
II
PEMBAHASAN
Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari
banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau dari
abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya
sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses
pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali
sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan
"imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan.
Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa
Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini,
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata
baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa
asing.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia,
Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar
warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia
sebagai bahasa ibu. Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi
sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya
atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas
di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat
resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa
Bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
Dibandingkan dengan bahasa-bahasa Eropa, bahasa Indonesia tidak
menggunakan kata bergender. Sebagai contoh kata ganti seperti "dia"
tidak secara spesifik menunjukkan apakah orang yang disebut itu lelaki atau
perempuan. Hal yang sama juga ditemukan pada kata seperti "adik" dan
"pacar" sebagai contohnya. Untuk memerinci sebuah jenis kelamin,
sebuah kata sifat harus ditambahkan, "adik laki-laki" sebagai
contohnya.
Ada juga kata yang berjenis kelamin, seperti contohnya "putri"
dan "putra". Kata-kata seperti ini biasanya diserap dari bahasa lain.
Pada kasus di atas, kedua kata itu diserap dari bahasa Sanskerta melalui bahasa
Jawa Kuno.
Untuk mengubah sebuah kata benda menjadi bentuk jamak digunakanlah
reduplikasi (perulangan kata), tapi hanya jika jumlahnya tidak terlibat dalam
konteks. Sebagai contoh "seribu orang" dipakai, bukan "seribu
orang-orang". Perulangan kata juga mempunyai banyak kegunaan lain, tidak
terbatas pada kata benda.
Bahasa Indonesia menggunakan dua jenis kata ganti orang pertama jamak,
yaitu "kami" dan "kita". "Kami" adalah kata ganti
eksklusif yang berarti tidak termasuk sang lawan bicara, sedangkan
"kita" adalah kata ganti inklusif yang berarti kelompok orang yang
disebut termasuk lawan bicaranya.
Susunan kata dasar yaitu Subyek - Predikat - Obyek (SPO), walaupun
susunan kata lain juga mungkin. Kata kerja tidak di bahasa berinfleksikan
kepada orang atau jumlah subjek dan objek. Bahasa Indonesia juga tidak mengenal
kala (tense). Waktu dinyatakan dengan menambahkan kata keterangan waktu
(seperti, "kemarin" atau "esok"), atau petunjuk lain
seperti "sudah" atau "belum".
2.1 Cakupan dan Kemaknawian
Ilmu Bahasa
Secara
umum, bidang ilmu bahasa dibedakan atas linguistik murni dan linguistik
terapan. Bidang linguistik murni mencakup fonetik, fonologi, morfologi,
sintaksis, dan semantik. Sedangkan bidang linguistik terapan mencakup
pengajaran bahasa, penerjemahan, leksikografi, dan lain-lain. Beberapa bidang
tersebut dijelaskan dalam sub-bab berikut ini.
1. Fonetik
Fonetik
mengacu pada artikulasi bunyi bahasa. Para ahli fonetik telah berhasil
menentukan cara artikulasi dari berbagai bunyi bahasa dan membuat abjad fonetik
internasional sehingga memudahkan seseorang untuk mempelajari dan mengucapkan
bunyi yang tidak ada dalam bahasa ibunya. Misalnya dalam bahasa Inggris ada
perbedaan yang nyata antara bunyi tin
dan thin, dan antara they dan day, sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak. Dengan mempelajari
fonetik, orang Indonesia akan dapat mengucapkan kedua bunyi tersebut dengan
tepat.
Abjad
fonetik internasional, yang didukung oleh laboratorium fonetik, departemen
linguistik, UCLA, penting dipelajari oleh semua pemimpin, khususnya pemimpin
negara. Dengan kemampuan membaca abjad fonetik secara tepat, seseorang dapat
memberikan pidato dalam ratusan bahasa. Misalnya, jika seorang pemimpin di
Indonesia mengadakan kunjungan ke Cina, ia cukup meminta staf-nya untuk
menerjemahkan pidatonya ke bahasa Cina dan menulisnya dengan abjad fonetik,
sehingga ia dapat memberikan pidato dalam bahasa Cina dengan ucapan yang tepat.
Salah seorang pemimpin yang telah memanfaatkan abjad fonetik internasional
adalah Paus Yohanes Paulus II. Ke negara manapun beliau berkunjung, beliau selalu
memberikan khotbah dengan menggunakan bahasa setempat. Apakah hal tersebut
berarti bahwa beliau memahami semua bahasa di dunia? Belum tentu, namun cukup
belajar fonetik saja untuk mampu mengucapkan bunyi ratusan bahasa dengan tepat.
2. Fonologi
Fonologi
mengacu pada sistem bunyi bahasa. Misalnya dalam bahasa Inggris, ada gugus
konsonan yang secara alami sulit diucapkan oleh penutur asli bahasa Inggris
karena tidak sesuai dengan sistem fonologis bahasa Inggris, namun gugus
konsonan tersebut mungkin dapat dengan mudah diucapkan oleh penutur asli bahasa
lain yang sistem fonologisnya terdapat gugus konsonan tersebut. Contoh
sederhana adalah pengucapan gugus ‘ng’ pada awal kata, hanya berterima dalam
sistem fonologis bahasa Indonesia, namun tidak berterima dalam sistem fonologis
bahasa Inggris. Kemaknawian utama dari pengetahuan akan sistem fonologi ini
adalah dalam pemberian nama untuk suatu produk, khususnya yang akan dipasarkan
di dunia internasional. Nama produk tersebut tentunya akan lebih baik jika
disesuaikan dengan sistem fonologis bahasa Inggris, sebagai bahasa
internasional.
3. Morfologi
Morfologi
lebih banyak mengacu pada analisis unsur-unsur pembentuk kata. Sebagai
perbandingan sederhana, seorang ahli farmasi (atau kimia?) perlu memahami zat
apa yang dapat bercampur dengan suatu zat tertentu untuk menghasilkan obat flu
yang efektif; sama halnya seorang ahli linguistik bahasa Inggris perlu memahami
imbuhan apa yang dapat direkatkan dengan suatu kata tertentu untuk menghasilkan
kata yang benar. Misalnya akhiran -en dapat direkatkan dengan kata sifat dark untuk membentuk kata kerja darken, namun akhiran -en
tidak dapat direkatkan dengan kata sifat green
untuk membentuk kata kerja. Alasannya tentu hanya dapat dijelaskan oleh ahli
bahasa, sedangkan pengguna bahasa boleh saja langsung menggunakan kata
tersebut. Sama halnya, alasan ketentuan pencampuran zat-zat kimia hanya
diketahui oleh ahli farmasi, sedangkan pengguna obat boleh saja langsung
menggunakan obat flu tersebut, tanpa harus mengetahui proses pembuatannya.
4. Sintaksis
Analisis
sintaksis mengacu pada analisis frasa dan kalimat. Salah satu kemaknawiannya
adalah perannya dalam perumusan peraturan perundang-undangan. Beberapa teori
analisis sintaksis dapat menunjukkan apakah suatu kalimat atau frasa dalam
suatu peraturan perundang-undangan bersifat ambigu (bermakna ganda) atau tidak.
Jika bermakna ganda, tentunya perlu ada penyesuaian tertentu sehingga peraturan
perundang-undangan tersebut tidak disalahartikan baik secara sengaja maupun
tidak sengaja.
5. Semantik
Kajian
semantik membahas mengenai makna bahasa. Analisis makna dalam hal ini mulai
dari suku kata sampai kalimat. Analisis semantik mampu menunjukkan bahwa dalam
bahasa Inggris, setiap kata yang memiliki suku kata ‘pl’ memiliki arti sesuatu
yang datar sehingga tidak cocok untuk nama produk/benda yang cekung. Ahli
semantik juga dapat membuktikan suku kata apa yang cenderung memiliki makna
yang negatif, sehingga suku kata tersebut seharusnya tidak digunakan sebagai
nama produk asuransi. Sama halnya dengan seorang dokter yang mengetahui
antibiotik apa saja yang sesuai untuk seorang pasien dan mana yang tidak
sesuai.
6. Pengajaran Bahasa
Ahli bahasa
adalah guru dan/atau pelatih bagi para guru bahasa. Ahli bahasa dapat
menentukan secara ilmiah kata-kata apa saja yang perlu diajarkan bagi pelajar
bahasa tingkat dasar. Para pelajar hanya langsung mempelajari kata-kata
tersebut tanpa harus mengetahui bagaimana kata-kata tersebut disusun. Misalnya
kata-kata dalam buku-buku Basic English.
Para pelajar (dan guru bahasa Inggris dasar) tidak harus mengetahui bahwa yang
dimaksud Basic adalah B(ritish),
A(merican), S(cientific), I(nternational), C(ommercial), yang pada awalnya diolah pada tahun 1930an oleh
ahli linguistik C. K. Ogden. Pada masa awal tersebut, Basic English terdiri atas 850 kata utama.
Selanjutnya, pada tahun 1953, Michael West
menyusun General Service List yang
berisikan dua kelompok kata utama (masing-masing terdiri atas 1000 kata) yang
diperlukan oleh pelajar untuk dapat berbicara dalam bahasa Inggris. Daftar
tersebut terus dikembangkan oleh berbagai universitas ternama yang memiliki
jurusan linguistik. Pada tahun 1998, Coxhead dari Victoria University or
Wellington, berhasil menyelesaikan suatu proyek kosakata akademik yang
dilakukan di semua fakultas di universitas tersebut dan menghasilkan Academic Wordlist, yaitu daftar
kata-kata yang wajib diketahui oleh mahasiswa dalam membaca buku teks berbahasa
Inggris, menulis laporan dalam bahasa Inggris, dan tujuannya lainnya yang
bersifat akademik.
Proses penelitian hingga menjadi
materi pelajaran atau buku bahasa Inggris yang bermanfaat hanya diketahui oleh
ahli bahasa yang terkait, sedangkan pelajar bahasa dapat langung mempelajari
dan memperoleh manfaatnya. Sama halnya dalam ilmu kedokteran, proses penelitian
hingga menjadi obat yang bermanfaat hanya diketahui oleh dokter, sedangkan
pasien dapat langsung menggunakannya dan memperoleh manfaatnya.
7. Leksikografi
Leksikografi adalah bidang ilmu
bahasa yang mengkaji cara pembuatan kamus. Sebagian besar (atau bahkan semua)
sarjana memiliki kamus, namun mereka belum tentu tahu bahwa penulisan kamus
yang baik harus melalui berbagai proses.
Dua nama besar yang mengawali penyusunan kamus
adalah Samuel Johnson (1709-1784) dan Noah Webster (1758-1843). Johnson, ahli
bahasa dari Inggris, membuat Dictionary
of the English Language pada tahun 1755, yang terdiri atas dua volume. Di
Amerika, Webster pertama kali membuat kamus An
American Dictionary of the English Language pada tahun 1828, yang juga
terdiri atas dua volume. Selanjutnya, pada tahun 1884 diterbitkan Oxford English Dictionary yang terdiri
atas 12 volume.
Saat ini, kamus umum yang cukup luas digunakan
adalah Oxford Advanced Learner’s Dictionary. Mengapa kamus Oxford? Beberapa
orang mungkin secara sederhana akan menjawab karena kamus tersebut lengkap dan
cukup mudah dimengerti. Tidak banyak yang tahu bahwa (setelah tahun 1995) kamus
tersebut ditulis berdasarkan hasil analisis British
National Corpus yang melibatkan cukup banyak ahli bahasa dan menghabiskan
dana universitas dan dana negara yang jumlahnya cukup besar. Secara umum,
definisi yang diberikan dalam kamus tersebut seharusnya dapat mudah dipahami
oleh pelajar karena semua entri dalam kamus tersebut hanya didefinisikan oleh
sekelompok kosa kata inti. Bagaimana kosa-kata inti tersebut disusun? Tentu
hanya ahli bahasa yang dapat menjelaskannya, sedangkan para sarjana dan pelajar
dapat langsung saja menikmati dan menggunakan berbagai kamus Oxford yang ada
dipasaran.
BAB
III
SIMPULAN
DAN SARAN
3.1 Simpulan
Dengan tata bahasa yang cukup sederhana bahasa Indonesia mempunyai
kerumitannya sendiri, yaitu pada penggunaan imbuhan yang mungkin akan cukup
membingungkan bagi orang yang pertama kali belajar bahasa Indonesia.
3.2 Saran
Kekhawatiran semua pihak terhadap kurangnya pemahaman masyarakat terlebih
lagi generasi muda sekarang terhadap penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan
benar perlu di tanggapi. Baik dalam kapasitas pengembangan, penjagaan dan
pelestarian. Kita perlu menjaga kelestarian Bahasa Indonesia yang baik dan
benar agar kelak Bahasa Indonesia tidak berubah ke pola bahasa yang baru.
DAFTAR
PUSTAKA
Wikipedia.http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_indonesia#Dialek_dan_ragam_bahasa.Diakses
22 Oktober 2010.
Wikipedia. http://id.wikipedia.org/wiki/Tata_bahasa.Diakses 22 Oktober
2010.
A.Kwary,Deny.http://www.kwary.net/linguistics/gl/Gambaran%20Umum%20Ilmu%20Bahasa.doc.Diakses
22 Oktober 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar